Oleh : Ust. Bobby Herwibowo
Semua manusia ingin beruntung. Apalagi bagi manusia yang
kerap kali merasa hidupnya kurang beruntung. Memang Allah
Swt tidak selalu memberikan rahmat-Nya kepada hamba dalam
bentuk rezeki. Sebab Dia Maha Tahu bahwa rezeki belum
tentu menjadi faktor yang baik bagi kehidupan seorang
hamba.
Namun ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang mengajarkan
kepada manusia untuk bisa mendapatkan rezeki
berlipat-ganda dan peruntungan dunia. Sebuah kalkulasi
fantastis dan absolut. Fantastis karena mendatangkan hasil
berlipat, absolut sebab dijanjikan oleh Allah Tuhan Yang
Maha Pasti.
Allah Swt menjanjikan dalam kitab-Nya bahwa setiap
kebaikan akan berbuah 10 kali hasil. “Barangsiapa membawa
amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya.” (QS. 6:160)
Seorang sufi bernama Imam Hasan Al Bashri amat meyakini
janji Allah ini. Alkisah, beliau suatu hari kedatangan 6
orang tamu. Sebagai seorang muslim, memuliakan tamu adalah
hal yang diperintahkan agama.
Imam menerima tamu dengan wajah sumringah. Semua tamu yang
hadir ia persilahkan masuk dan duduk di kursi yang
tersedia di ruang depan rumah. Usai semua tamu masuk ke
dalam rumah, Imam Hasan pergi ke dapur. Saat itu, hanya ia
dan seorang budaknya yang ada di rumah. Imam Hasan
bertanya kepada budaknya, “Makanan apa yang ada di rumah
ini hingga bisa dihidangkan untuk tamu-tamuku?” Sang
budak, membuka lemari makanan dan tiada yang ia temui
selain sepotong roti saja. Ia sampaikan kepada Imam Hasan
hal tersebut.
Sedikit berkerut kulit dahi Imam terlihat, pertanda beliau
berpikir serius bagaimana cara menghidangkan sepotong roti
itu untuk enam orang tamunya. Sejurus kemudian, Imam
berkata setelah mengambil sikap, “Sudah begini saja...,
bawalah roti itu dan cari orang yang dapat menerimanya
sebagai sedekah! Namun jangan lupa hidangkan dulu minuman
untuk para tamuku!”
Maka pergilah sang budak untuk bersedekah, setelah ia
menyuguhkan minuman kepada para tamu Imam Hasan terlebih
dahulu.
Maka para tamu pun hanya mendapatkan suguhan air putih
dari rumah Imam Hasan. Imam Hasan merasa gak enak hati
kepada para tamunya.Tapi dia yakin, bahwa Allah Swt akan
membalas amalnya minimal 10 kali lipat.
Biduk asa seolah menjumpai tambatannya. Saat Imam Hasan
kedatangan seorang tamu lagi yang datang dengan membawa
sebuah nampan. Imam Hasan bangkit dan bergegas
menghampirinya.
“Assalamu’alaikum, wahai Imam!” seru orang yang baru saja
datang. “Wa’alaikum salam warahmatullah. ..” Imam membalas.
“Apa yang kau bawa?” imam bertanya kepada orang tersebut.
“Ini imam, aku membawakan 6 potong roti untuk engkau!”
kata orang tersebut dengan senyum terkembang.
“Mungkin ini bukan untukku!” Imam Hasan menukas. “Mengapa
engkau berkata demikian?” sang tamu bertanya keheranan.
“Kalau benar ini untukku, pasti jumlahnya sepuluh!” Imam
berkata yakin karena ia tahu bahwa Allah akan memberi 10
roti sebagai balasan dari sepotong roti yang telah ia
sedekahkan.
Sang tamu merasa aneh. Ia coba untuk memanjangkan leher
dan menyapukan pandangan ke dalam rumah Imam Hasan.
Sesudah itu ia mengerti bahwa imam sedang kedatangan
banyak tamu.
Orang itu pun kembali ke rumah. Lalu ia tambahkan lagi 4
potong roti sehingga menjadi 10 jumlahnya. Kemudian ia
angkat nampan yang ia bawa, kemudian ia ayunkan langkah
menuju rumah Imam Hasan Al Bashri.
Sesampainya di rumah imam, sang tamu kembali mengucapkan
salam lalu disambut dan dibalas oleh Imam Hasan. Beliau
lalu membuka penutup nampan, kemudian berujar, “Nah...
inilah yang dijanjikan Allah padaku!”
Allah akan membalas setiap kebaikan yang dilakukan oleh
seorang hamba minimal 10 kali lipat. Bilangan balasan itu
bisa terus berganda dan tumbuh semakin besar. Tergantung
pada keikhlasan sang hamba, dan takaran rezeki yang Allah
berikan kepadanya. Bahkan bilangan itu suatu saat bisa
mencapai 700 kali lipat. Allah Swt berfirman:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:261)
1 butir benih menjadi 700 biji. Itulah janji Allah Ta’ala.
Tiada yang mustahil bagi Allah untuk membalas derma
hamba-Nya bahkan hingga 700 kali lipat.
Secara gampang, manusia yang menyangsikan janji Allah Swt
ini dapat melihat bukti pada pohon pepaya yang banyak kita
kenal di tanah air. Pepaya ditanam seperti kebanyakan
pohon lain. Ia ditanam dengan memasukan biji ke dalam
tanah.
Bila Allah Swt berkehendak, maka dari biji tersebut akan
tumbuhlah pohon. Pohon akan tumbuh besar dan berkembang.
Kemudian setelah tinggi, ia akan memiliki beberapa cabang.
Setelah tiba waktunya, ia pun akan berbuah. Setiap pohon
pepaya memiliki jumlah cabang dan buah yang beragam.
Setelah berbuah, manusia akan mendapati bahwa dari
masing-masing buah saja akan terdapat ratusan biji pepaya
di dalamnya. Mungkin saja, dari biji atau benih pepaya
yang satu, akan menghasilkan beribu biji yang kemudian
bisa dapat menumbuhkan pepaya kembali. Allah Maha Luas
karunia-Nya lagi Maha Mengetahui (QS. 2:261)
Berderma satu, dibalas 700 kali lipat!
Di Cipete Jakarta Selatan. Di sebuah sekolah dasar di
sana, seorang pria penjual gorengan bernama Udin (bukan
nama asli) berjualan. Lonceng turun main, kira-kira akan
berbunyi sepuluh menit lagi. Ia tengah memotong beberapa
singkong untuk digoreng.
Singkong seperti kita tahu, berbentuk tabung dan
berkerucut pada ujungnya. Biasanya sebuah singkong akan
dipotong lima bagian. 4 bagian digoreng untuk dijual,
sementara bagian ujung atau pentilnya disisihkan untuk
dibuang. Hari itu, Udin menggoreng kira-kira 5 buah
singkong, dan pentil singkong yang tersisa pun berjumlah 5
karenanya.
Lonceng istirahat berbunyi, para siswa pun berhamburan ke
luar kelas untuk jajan dan istirahat. Seorang anak kurus
sambil menggigit jari berdiri di ujung gerobak Udin. Anak
ini tidak membeli gorengan seperti siswa lainnya, juga
tidak berbicara sepatah katapun.
Naluri Udin berkata bahwa anak ini tidak punya uang untuk
jajan. Hati kecil menyuruhnya agar 5 pentil singkong yang
ada diberikan saja kepada anak itu. Maka diambillah
beberapa pentil itu. Ia masukkan ke dalam adonan tepung,
kemudian digorenglah. Setelah matang, Udin menaruhnya di
atas kertas lalu disodorkannya kepada anak itu.
Si anak senang bukan main. Senyumnya mengembang. Udin
turut bahagia melihatnya. Belakangan, Udin tahu bahwa anak
tersebut adalah seorang yatim yang baru saja kehilangan
bapak.
Kejadian pagi itu terus berulang. Udin memberikan beberapa
pentil singkongnya kepada anak yatim itu. Hari demi hari,
bulan demi bulan, tahun demi tahun hingga anak itu lulus
dari Sekolah Dasar. Udin tidak merasa berat, sebab apa
yang ia berikan kepada anak yatim itu, tiada lain adalah
barang yang tiada berharga bagi siapapun. Dalam
pengalamannya berjualan, tidak ada seorang pun yang
mencari pentil singkong untuk dibeli. Bahkan bila dijual
sekalipun dalam jumlah banyak, pastilah tidak akan laku.
Udin tak berkeberatan memberikan pentil singkongnya kepada
anak itu. Bahkan untuk setiap hari!
Allah Swt akan membalas kebaikan seorang hamba bila ia
membantu saudaranya bahkan hingga 700 kali lipat!
Lebih dari 30 tahun berselang setelah anak yatim itu
lulus. Saat itu, Udin masih mengerjakan rutinitasnya
setiap hari; yaitu berjualan gorengan di sekolah dasar
yang sama. Maka berhentilah sebuah mobil mewah nan
mengkilap tepat di depan gerobak Udin.
Seorang pemuda tampan turun dari mobil. Ia mengenakan
setelan dan dasi yang bermerk. Rambutnya di sisir rapi dan
mengkilat ditimpa sinar matahari.
Melihat calon pembeli dengan mobil bagus, Udin sigap
membuka pembicaraan, “Mau beli gorengan, Den...?!” Pemuda
itu tersenyum dan berkata, “Masa akang lupa sama saya?”
Pertanyaan itu membuat Udin berpikir singkat, namun ia
tidak menemukan jawaban. Udin lalu bertanya polos,
“Memangnya... , Aden ini siapa ya?” Masih tersenyum, pemuda
itu mengatakan, “Saya ini adalah anak pentil singkong,
Kang!” Mendengar itu, Udin berucap tasbih. Rasa gembira
terbit di hatinya melihat kesuksesan anak ini. Anak pentil
singkong yang dulu kerap berdiri di pinggir gerobaknya.
“Masya Allah.... sudah sukses sekarang ya, Den?!” Udin
bertanya sekali lagi. “Alhamdulillah, Kang!” jawab si
Aden.
Udin lalu menggamit lengan si Aden, diajaknya masuk ke
balik gerobak. Udin menyorongkan sebuah kursi kecil untuk
duduk. Maka duduklah pemuda itu, sementara Udin meneruskan
pekerjaannya. ... menggoreng singkong, tempe dan lain-lain.
Sambil Udin bekerja, pembicaraan mengenai kenangan lama
terulang kembali. Keduanya merajut rasa syukur kepada
Allah Swt Yang telah melimpahkan anugerah tiada terkira.
Pembicaraan tersebut terus berlanjut hingga berujung pada
sebuah kalimat yang diucapkan sang pemuda.
“Akang... saya ke sini mau berterima kasih!” kata si
pemuda. “Atas apa, Den?!” jawab Udin. “Berterima kasih
atas kebaikan kang Udin kepada saya. Dulu kalau gak
dikasih pentil singkong sama Akang, saya gak bakal bisa
belajar dengan tenang. Kalau belajar gak tenang, saya gak
bakal pintar. Kalau gak pintar, saya gak bakal bisa lulus
sekolah dan sukses seperti sekarang.... saya ke sini mau
berterima kasih ke kang Udin!” kalimat yang baru diucapkan
oleh pemuda begitu tersusun dan membanggakan hati Udin.
Namun Udin masih berkelit sambil berujar, “Den... sudah
gak usah dipikirkan. Apa yang saya kasih ke Aden berupa
pentil singkong itu kan gak berharga! Ngapain pake terima
kasih segala. Lagian, kalo saya jual gak bakal ada yang
mau...!” Udin mencoba merendah dan menolak pamrih.
Pemuda masih mengejar dengan satu pertanyaan lagi, dan ini
membuat Udin menjadi bergidik. “Akang..., saya dan istri
berniat haji tahun ini. Saya ingin Kang Udin dan istri mau
menemani kami. Mau kan, Kang?”
Gemuruh rasa terjadi di dada Udin. Tidak pernah terbayang
baginya akan ada seorang hamba Allah yang mengajaknya
untuk menunaikan rukun Islam kelima. Udin pun mengiyakan,
dan pemuda itu pun pergi meninggalkan Udin.
Udin dan istrinya berangkat haji. Seluruh biaya dan uang
jajan keduanya ditanggung oleh si pemuda. Barangkali lebih
dari Rp 60 juta yang dibayarkan olehnya. Udin dan istri
lalu berangkat ke Baitullah, menunaikan semua ritual dan
kewajiban dalam ibadah haji. Hingga ia dan istri kembali
ke tanah air lagi dengan selamat.
Sesampainya di tanah air, banyak kerabat, saudara dan
tetangga datang bersilaturahmi. Udin membagikan oleh-oleh
berupa air zamzam, kurma dan banyak lagi. Banyak orang
senang menerima hadiah tersebut. Mereka pun banyak
menanyakan pengalaman Udin dan istri selama berhaji.
Udin menjawab semua pertanyaan orang yang datang
sebisanya. Hingga saat ada seseorang yang bertanya tentang
bagaimana caranya kang Udin dapat berhaji bersama istri
padahal usahanya hanya sekedar menjual gorengan.
Rupanya... banyak yang belum tahu dengan cara apa Udin
berangkat haji. Dan memang, ia merahasiakan hal itu selama
ini. Udin pun menjawab seadanya, “Dulu..., saya sedekah
pentil singkong kepada seorang anak yatim, eh gak taunya
dengan sedekah itu saya dan istri berangkat haji. Kalo
tahu begini, coba dulu saya sedekah singkong beneran sama
tuh anak...!”
Udin mencoba berkelakar dengan jawabannya, dan hal itu
membuat hadirin tertawa terbahak mendengarnya. Dalam hati,
Udin bersyukur kepada Allah Swt Yang Sungguh menepati
janji kepada dirinya. Sungguh Allah Swt Maha Kuasa untuk
membalas amal seorang hamba, bahkan hingga 700 kali lipat
atau lebih dari itu.